JAKARTA — Unit Intregated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero) mulai menenderkan minyak mentah (crude oil). Tender minyak mentah ini untuk memenuhi kebutuhan kilang pengolahan Pertamina.
Vice President ISC Pertamina Daniel Syahputra Purba mengatakan, tender crude oil tersebut untuk memenuhi kebutuhan kilang pengolahan pada April 2015. “Kami sudah mulai lakukan tender. Kami akan evaluasi penawaran yang masuk,” katanya di Jakarta, Selasa (27/1).
Menurut Daniel, pihaknya telah mengumumkan pelaksanaan tender tersebut pada Kamis (22/1). Untuk tender lanjutan, ia mengungkapkan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Pengolahan untuk crude dan Direktorat Pemasaran untuk bahan bakar minyak (BBM).
Daniel mengatakan, pihaknya akan menyeleksi peserta tender secara ketat. “Kami menjaga integritas dan transparansi,” ujarnya.
Sesuai rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas, ISC membuka kesempatan kepada semua pihak termasuk pedagang (trader) yang kredibel untuk ikut dalam tender.
Sebelumnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (26/1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, Pertamina akan menyeleksi secara ketat kelayakan pemasok crude dan BBM dengan memakai pihak independen.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas Kementerian ESDM merekomendasikan pengalihan peran tender impor minyak mentah dan BBM yang sebelumnya dilakukan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke ISC Pertamina. Selama ini, Petral melakukan impor BBM sebanyak delapan hingga 10 juta barel per bulan dan minyak mentah 10 juta barel per bulan untuk kebutuhan Pertamina.
Tim juga merekomendasikan perombakan manajemen ISC. Sejak 30 Desember 2014, Pertamina menunjuk Daniel Purba yang juga merupakan salah satu anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas sebagai Vice President ISC.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja menuturkan, pemerintah akan melakukan evaluasi harga BBM setiap dua pekan sekali. “Kalau kita lihat saat ini, harga minyak dunia mulai turun, terus mulai datar, dan ada tanda-tanda mulai naik. Kita evaluasi setiap dua minggu, naik turunnya masih kita kaji. Kalau dilihat dari tren, turun terus lalu sekarang mulai datar,” katanya memaparkan.
Menurut Wiratmadja, bila melihat kecenderungan harga minyak dunia saat ini, harga BBM jenis Premium dan solar belum akan naik dalam waktu dekat. “Saya baru bertemu dengan para ahli perminyakan, dalam 12 bulan mereka analisis harga akan stabil, tidak akan dumping. Di kisaran 50 sampai 60 dolar AS per barel,” ujarnya.
Perkiraan para ahli tersebut, ia menambahkan, juga menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan asumsi makro. Selain itu, pemerintah juga berniat membuat kebijakan batas atas harga BBM. Hal ini diterapkan bila terjadi kenaikan harga minyak yang cukup tinggi sehingga tidak membebani masyarakat.
sumber: republika.co.id
Monday, March 16, 2015
Pertamina-ISC Diminta Transparan Soal Tender Minyak
JAKARTA -- Direktur Energy Wacth Indonesia, Ferdinand Hutahaean mengatakan proses tender minyak mentah PT Pertamina yang dilakukan Integrated Supply Chain (ISC) di bawah pimpinan Daniel Purba, hingga kini belum juga diumumkan pemenangnya ke publik. Bahkan dalam prosesnya ISC dan Pertamina terkesan tertutup dan tidak transparan.
Menurut Ferdinand, ISC mengabaikan rekomendasi tim RTKM Faisal Basri yang menginginkan transparansi di sektor migas. Informasi yang beredar dalam tender pengadaan minyak jenis Azuri dan Qua Iboe-Nigeria masing-masing sebesar dua juta barel telah dimenangkan tanpa menggunakan penawaran harga terendah.
"Penting bagi ISC-Pertamina untuk melakukan transparansi atau keterbukaan informasi tentang pengadaan minyak. Saat ini ada dua hal yang paling krusial untuk dibuka secara jujur ke publik, yaitu terkait tender minyak mentah perdana ISC dan perjanjian kerja sama dengan Sonangol," ujar direktur Energy Wacth Indonesia, Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Sabtu (31/1).
Menurutnya, dua hal tersebut menjadi sangat penting karena akan menjadi barometer pertama bagi publik tentang kinerja ISC dan Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang dipimpin oleh Faisal Basri itu. "Saat ini, ISC-Pertamina dipimpin Daniel Purba tidak ada keterbukaan terkait volume crude oil yang hendak diimpor, siapa peserta tendernya, mekanisme dan apa saja syarat yang ditentukan," tegasnya.
Menurutnya, jika ISC dan Pertamina masih tertutup seperti ini, artinya tidak ada perubahan sama sekali menjadi bukti sah bahwa selama ini tim RTKM Faisal Basri hanya memindahkan tempat bermain mafia. Tim RTKM hanya melakukan pergantian mafia minyak dari mafia di Petral-PES ke mafia di ISC. "Daniel Purba sebagai VP ISC Pertamina harusnya membuka semuanya ke publik, jangan ditutupi supaya publik bisa ikut mengawasi," jelasnya.
sumber: republika.co.id
Thursday, March 12, 2015
DPR: Pertamina Digebukkin Menhub Jonan, Sudirman Said Kok Diam Saja
Kardaya Warnika
"Pertamina disuruh Menteri saja sudah gemetaran dengkulnya. Pertamina bisa digebukin sama Menteri (Perhubungan)," kata Kardaya di Jakarta, Selasa (10/3).
Jakarta, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menilai perselisihan antara PT Pertamina (Persero) terkait rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya sangatlah tidak seimbang. Pasalnya, Pertamina harus dihadapkan pada kebijakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Menurut Kardaya, sebaiknya Menteri ESDM Sudirman Said turut andil dalam menengahi perselisihan tersebut, karena Pertamina jelas tidak akan mampu menghadapi aturan yang akan dibuat Kementerian Perhubungan dalam membangun pelabuhan di Karawang, Jawa Barat tersebut.
"Pertamina disuruh Menteri saja sudah gemetaran dengkulnya. Pertamina bisa digebukin sama Menteri (Perhubungan)," kata Kardaya di Jakarta, Selasa (10/3).
Oleh karena itu, Kardaya berharap Kementerian ESDM sebagai Kementerian teknis untuk Pertamina, bisa melindungi segala kebijakan dan keputusan.
Ia menegaskan, upaya dari Pertamina dalam melindungi pipa migas akan sia-sia jika tanpa ada dukungan dari Kementerian ESDM.
"Harusnya yang sejajar Menteri ESDM yang ngotot untuk melindungi Pertamina biar nggak terganggu, jangan Pertamina sendiri," katanya.
Ia menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan meminta untuk bertemu dengan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan guna membahas masalah pelabuhan Cilamaya.
"Kita masih reses, nanti kita koordinasi sama Komisi V memanggil Kementerian Perhubungan," sebutnya.
sumber: Aktual.co
Pertamina Merugi Rp21 Triliun dari Pembangunan Pelabuhan Cilamaya
Pelabuhan
"Berkurangnya pendapatan APBN karena kehilangan produksi PHE ONWJ sebesar 40 ribu bph minyak dan 200 mmscfd gas, setara dengan Rp60 miliar per hari atau Rp21 triliun per tahun," kata Adiatma di Jakarta, Selasa (10/3).
Jakarta, Media Manager PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengatakan bahwa negara akan merugi puluhan triliun per tahun dari pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Hal itu dikarekan di area pembangunan pelabuhan terdapat blok migas yang dioperasikan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), yang memproduksi minyak sebesar 40 ribu bph dan gas 200 mmscfd.
"Berkurangnya pendapatan APBN karena kehilangan produksi PHE ONWJ sebesar 40 ribu bph minyak dan 200 mmscfd gas, setara dengan Rp60 miliar per hari atau Rp21 triliun per tahun," kata Adiatma di Jakarta, Selasa (10/3).
Selain itu, lanjut dia, pasokan gas ke PLTG Muara Karang dan PLTG Tanjung Priok juga akan terganggu. Sebelumnya disebutkan bahwa 60 persen gas dari blok tersebut dialirkan ke PLTG-PLTG di Jakarta dan 40 persen dialirkan ke industri, salah satunya industri pupuk.
"Jakarta akan terdampak langsung karena sumber gas ini untuk menjalankan pembangkit PLN. Jakarta bisa gelap," ujarnya.
Ia menjelaskan, di blok migas itu, ada pipa yang mengalirkan BBM dan gas ke kilang Balongan. Kalau operasional pipa-pipa migas itu berhenti, dikhawatirkan pasokan migas ke kilang Balongan dari ONWJ akan terganggu. Ketersediaan BBM untuk wilayah Jakarta dan pasokan BBG untuk TransJakarta dipastikan akan terganggu.
"Pasokan gas untuk industri seperti Pupuk Kujang dan Krakatau Steel dan 27 industri lokal akan terhenti," tandasnya.
sumber: Aktual.co
Awal Tahun Pertamina Merugi Rp420 Miliar, EWI Pertanyakan Kapabilitas Dirut Pertamina
Pertamina
"Kesalahan manajemen Dwi Soetjipto yang tidak mampu menelorkan kebijakan antisipatif dan responsif membuat Pertamina jadi gamang dan hanya mampu menelorkan kebijakan reaktif," ujar direktur eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean kepada Aktual di Jakarta, Selasa (10/3).
Jakarta, Pada Januari 2015 PT Pertamina (Persero) mencatat kerugian mencapai USD35 juta (Rp 420 miliar). Kerugian pertamina bisa disebabkan turunnya harga minyak dunia yang mendekati harga biaya produksi sehingga menurunkan pendapatan perusahaan. Selain itu, banyaknya pemborosan dalam operasional dituding menjadi penyebab kerugian Pertamina.
"Kesalahan manajemen Dwi Soetjipto yang tidak mampu menelorkan kebijakan antisipatif dan responsif membuat Pertamina jadi gamang dan hanya mampu menelorkan kebijakan reaktif," ujar direktur eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean kepada Aktual di Jakarta, Selasa (10/3).
Lebih lanjut dikatakan, saat ini elpiji 3Kg memiliki nilai subsidi paling besar, sementara minyak tanah subsidinya kecil. Seharusnya melalui bensin, solar dan elpiji 12Kg Pertamina sudah untung.
"Jika dihitung dari keuntungan subsidi, tidak seharusnya Pertamina merugi jika dikelola dengan baik dan dengan kebijakan yang matang. Intinya adalah evaluasi menyeluruh terutama dalam biaya operasi karena ini pemborosan luar biasa," tegasnya.
Dengan kondisi seperti ini, lanjutnya, apakah Pertamina akan bisa menghadirkan kemakmuran bagi bangsa dan negara? Jika tidak segera membenahi internalnya maka Pertamina hanya akan memperkaya karyawannya saja tapi tidak memberi manfaat pada rakyat banyak.
Menurutnya, kementrian BUMN dan Direksi Pertamina segera duduk bersama menyusun strategi ke depan bagaimana menghadapi tantangan besar. Harga minyak dunia mungkin akan bertahan lama dengan kondisi seperti sekarang.
"Kondisi ini bahaya bagi pertamina, bisa-bisa Pertamina dalam 2 (dua) tahun akan bangkrut karena terus merugi. Apakah ini yang diinginkan kementrian BUMN dan Direksi Pertamina," pungkasnya.
sumber: Aktual.co
Tuesday, March 10, 2015
Kewenangan Tender Petral Dialihkan ke ISC
Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) mengeluarkan rekomendasi agar kewenangan tender pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dialihkan dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Ketua Tim Faisal Basri, dalam paparannya Selasa (30/12/2014), mengungkapkan ada beberapa pertimbangan tim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Berbagai perkembangan menuntut perubahan kebijakan dan pengelolaan ekspor dan impor minyak mentah dan BBM.
“Kebutuhan minyak mentah dan BBM semakin tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga impor minyak mentah dan BBM cenderung meningkat,” ungkap Faisal.
Kondisi tersebut, Faisal melanjutkan, menuntut kehadiran perusahaan perdagangan (trading company) minyak nasional yang dapat mendorong peningkatan efisiensi pengadaan minyak mentah dan BBM.
“Selama beberapa tahun terakhir muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap Petral dalam menjalankan fungsinya sebagai anak perusahaan negara yang ditunjuk untuk melakukan perdagangan minyak mentah dan produk minyak,” imbuh Faisal.
Ketua Tim Faisal Basri, dalam paparannya Selasa (30/12/2014), mengungkapkan ada beberapa pertimbangan tim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Berbagai perkembangan menuntut perubahan kebijakan dan pengelolaan ekspor dan impor minyak mentah dan BBM.
“Kebutuhan minyak mentah dan BBM semakin tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga impor minyak mentah dan BBM cenderung meningkat,” ungkap Faisal.
Kondisi tersebut, Faisal melanjutkan, menuntut kehadiran perusahaan perdagangan (trading company) minyak nasional yang dapat mendorong peningkatan efisiensi pengadaan minyak mentah dan BBM.
“Selama beberapa tahun terakhir muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap Petral dalam menjalankan fungsinya sebagai anak perusahaan negara yang ditunjuk untuk melakukan perdagangan minyak mentah dan produk minyak,” imbuh Faisal.
sumber: kompas.com
Tim Anti-Mafia Rekomendasikan Tender Minyak Terbuka untuk Umum
Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) merekomendasikan agar penjualan dan pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, dilakukan melalui proses tender terbuka dengan mengundang semua vendor terdaftar yang kredibel dan tidak terbatas pada NOC (National Oil Company).
Selama 2,5 tahun kewenangan procurement ada di tangan Pertamina Energy Trading Limited (Petral), hanya NOC yang bisa mengikuti tender pengadaan minyak mentah dan BBM. Alih-alih membuat mata rantai pengadaan makin singkat, aturan ini justru memperpanjang mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM.
Bedasarkan temuan tim, Ketua Tim Faisal Basri mengungkapkan, Petral mengklaim pengadaan minyak lambat laun sudah semakin banyak melalui NOC. Bahkan Faisal mengutip keterangan dari Petral, sekarang sudah sepenuhnya dari NOC.
“Dengan perubahan ini muncul kesan kuat mata rantai pengadaan minyak semakin pendek. Kenyataannya, NOCs yang memenangi tender pengadaan tidak selalu memasok minyaknya sendiri, bahkan kerap memperoleh minyak dari pihak lain,” sebut Faisal dalam paparannya, Selasa (30/12/2014).
Praktik bahwa hanya NOC saja yang bisa ikut tender pengadaan minyak mentah dan BBM muncul berdasarkan Persetujuan Direksi No.RRD-54/C00000/2012-SO tanggal 4 Juni 2012 hurup B No.1.
“Pola pengadaan minyak mentah dan BBM melalui Petral/PES sebagai aem lenght Pertamina untuk pemenuhan kebutuhan nasional dilakukan melalui; a. NOC yang tidak terbatas hanya pada produksi sendiri; b. Produsen minyak mentah sebagai major share holder dan major oil company; c. Pemilik kilang BBM,” bunyi Persetujuan Direksi tersebut.
Sayangnya, lanjut Faisal, akibat aturan tersebut mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM justru semakin panjang. Tim menemukan bahwa tidak semua NOC merupakan produsen minyak atau memiliki ladang minyak.
Salah satu contohnya, sebut Faisal, adalah Maldives NOC Ltd. – tertera dalam Daftar Mitra Usaha Petral. Berdasarkan informasi yang diperoleh tim, NOC tersebut beberapa kali digunakan sebagai “kedok” untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh Petral.
Temuan lain, pelaku pasar bertindak sebagai agent/arranger yang menggunakan fronting NOC PetroVietnam Oil Corporation (PV Oil) dalam pengadaan minyak mentah dari Nigeria. Faisal juga menyebut PTT (NOC Thailand) ternyata digunakan sebagai vehicle dalam pengadaan minyak mentah Azeri dari Azerbaijan.
Atas dasar temuan tersebut, tim merekomendasikan agar tender pengadaan minyak mentah dan BBM bisa diikuti tidak hanya dari NOC. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang juga menjabat sebagai VP ISC Daniel Purba menegakan ISC akan membuka tender tak hanya untuk NOC.
“Tidak harus dari NOC, tapi tentunya dari para pemasok yang akan diseleksi, akan dilihat,” kata dia.
Sementara itu ditanya mengantisipasi kemungkinan munculnyarent seeker jika tender diikuti terbuka umum, Daniel menegaskan ISC akan menyeleksi trader yang mengikuti tender. “Tradernya juga harus punya kredibilitas, integritas, fasilitas, dan juga bukan trading company yang sembarangan. ISC harus selektif,” ucap Daniel.
Selama 2,5 tahun kewenangan procurement ada di tangan Pertamina Energy Trading Limited (Petral), hanya NOC yang bisa mengikuti tender pengadaan minyak mentah dan BBM. Alih-alih membuat mata rantai pengadaan makin singkat, aturan ini justru memperpanjang mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM.
Bedasarkan temuan tim, Ketua Tim Faisal Basri mengungkapkan, Petral mengklaim pengadaan minyak lambat laun sudah semakin banyak melalui NOC. Bahkan Faisal mengutip keterangan dari Petral, sekarang sudah sepenuhnya dari NOC.
“Dengan perubahan ini muncul kesan kuat mata rantai pengadaan minyak semakin pendek. Kenyataannya, NOCs yang memenangi tender pengadaan tidak selalu memasok minyaknya sendiri, bahkan kerap memperoleh minyak dari pihak lain,” sebut Faisal dalam paparannya, Selasa (30/12/2014).
Praktik bahwa hanya NOC saja yang bisa ikut tender pengadaan minyak mentah dan BBM muncul berdasarkan Persetujuan Direksi No.RRD-54/C00000/2012-SO tanggal 4 Juni 2012 hurup B No.1.
“Pola pengadaan minyak mentah dan BBM melalui Petral/PES sebagai aem lenght Pertamina untuk pemenuhan kebutuhan nasional dilakukan melalui; a. NOC yang tidak terbatas hanya pada produksi sendiri; b. Produsen minyak mentah sebagai major share holder dan major oil company; c. Pemilik kilang BBM,” bunyi Persetujuan Direksi tersebut.
Sayangnya, lanjut Faisal, akibat aturan tersebut mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM justru semakin panjang. Tim menemukan bahwa tidak semua NOC merupakan produsen minyak atau memiliki ladang minyak.
Salah satu contohnya, sebut Faisal, adalah Maldives NOC Ltd. – tertera dalam Daftar Mitra Usaha Petral. Berdasarkan informasi yang diperoleh tim, NOC tersebut beberapa kali digunakan sebagai “kedok” untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh Petral.
Temuan lain, pelaku pasar bertindak sebagai agent/arranger yang menggunakan fronting NOC PetroVietnam Oil Corporation (PV Oil) dalam pengadaan minyak mentah dari Nigeria. Faisal juga menyebut PTT (NOC Thailand) ternyata digunakan sebagai vehicle dalam pengadaan minyak mentah Azeri dari Azerbaijan.
Atas dasar temuan tersebut, tim merekomendasikan agar tender pengadaan minyak mentah dan BBM bisa diikuti tidak hanya dari NOC. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang juga menjabat sebagai VP ISC Daniel Purba menegakan ISC akan membuka tender tak hanya untuk NOC.
“Tidak harus dari NOC, tapi tentunya dari para pemasok yang akan diseleksi, akan dilihat,” kata dia.
Sementara itu ditanya mengantisipasi kemungkinan munculnyarent seeker jika tender diikuti terbuka umum, Daniel menegaskan ISC akan menyeleksi trader yang mengikuti tender. “Tradernya juga harus punya kredibilitas, integritas, fasilitas, dan juga bukan trading company yang sembarangan. ISC harus selektif,” ucap Daniel.
sumber: kompas.com
ISC: Ambil Alih Kewenangan Petral Bisa Kurang dari Sebulan
Vice President Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero) Daniel Purba menyatakan, setelah kewenangan procuremet pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dialihkan dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke ISC, maka fungsi pengadaannya pun akan dikelola langsung oleh ISC.
Daniel menegaskan, ISC bisa mengimplementasikan fungsinya melaksanakan tender pengadaan minyak mentah dan BBM setelah melakukan pembenahan prosedur yang ada di Pertamina. Tentu, kata dia, pembenahan tersebut memerlukan waktu. “Sesegera mungkin. Begitu sudah selesai, tentu akan dilaksanakan. Secepat mungkin. Saya kira kurang dari sebulan bisa,” kata dia kepada wartawan, Selasa (30/12/2014).
Dengan demikian, Daniel memastikan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan ISC bisa melakukan tender. Daniel memastikan, ISC juga akan membuka kesempatan kepada semua pihak untuk mengikuti tender, dan tidak terbatas pada National Oil Company (NOC). Hal itu dilakukan untuk menjamin mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM yang lebih pendek.
“(Yang ikut tender) Tidak harus dari NOC, tapi tentunya dari para pemasok yang akan diseleksi, akan dilihat,” ujar anggota Tim Anti-Mafia Migas tersebut.
Pemburu rente
Daniel memastikan, keputusan untuk membuka kesempatan bagi semua pihak untuk mengikuti tender tidak akan melanggar aturan dari Menteri BUMN. ISC akan berkoordinasi agar peraturan tersebut bisa dikaji ulang. Sementara itu ditanya mengantisipasi kemungkinan munculnya rent seeker jika tender diikuti terbuka umum, Daniel menegaskan ISC akan menyeleksi trader yang mengikuti tender.
“Tradernya juga harus punya kredibilitas, integritas, fasilitas, dan juga bukan trading company yang sembarangan. ISC harus selektif,” ucap Daniel.
Dia lebih lanjut menuturkan, mekanisme tender oleh ISC pernah dilakukan pada zaman Ari Soemarno. Ke depan, mekanisme tender ini akan dikaji ulang agar tata kelola pengadaan minyak mentah dan BBM lebih baik, tertib, dan jelas. “Sehingga proses pengadaan bisa dilakukan dengan lebih profesional lah,” imbuh dia.
Namun demikian, Daniel membantah dugaan yang menyebutkan bahwa dengan dialihkannya kewenangan tender ke ISC, hal ini menunjukkan pengaruh klan Soemarno kembali menguat. “Sebetulnya enggak ada urusannya, enggak ada hubungannya dengan Ari Soemarno. Ini adalah full wewenang manajemen Pertamina yang ada sekarang,” tegas Daniel.
Terikat kontrak 6 Bulan
Kendati kewenangan dipindahkan ke ISC, Daniel memastikan pihaknya akan tetap menghormati kontrak yang masih berjalan. “Kalau kita merombak lagi kita istilahnya tidak honour apa yang sudah kita sepakati,” imbuh dia.
Adapun kontrak yang diteken Petral terdiri dari kontrak jangka pendek dan kontrak jangka panjang, dengan termin bervariasi satu bulanan, tiga bulanan, dan enam bulanan. Daniel menuturkan, Petral masih terikat kontrak pengadaan minyak mentah dan BBM selama enam bulan, dengan volume sekitar 8-10 juta barel per bulan untuk BBM, dan 10 juta barel per bulan untuk minyak mentah.
Daniel menegaskan, ISC bisa mengimplementasikan fungsinya melaksanakan tender pengadaan minyak mentah dan BBM setelah melakukan pembenahan prosedur yang ada di Pertamina. Tentu, kata dia, pembenahan tersebut memerlukan waktu. “Sesegera mungkin. Begitu sudah selesai, tentu akan dilaksanakan. Secepat mungkin. Saya kira kurang dari sebulan bisa,” kata dia kepada wartawan, Selasa (30/12/2014).
Dengan demikian, Daniel memastikan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan ISC bisa melakukan tender. Daniel memastikan, ISC juga akan membuka kesempatan kepada semua pihak untuk mengikuti tender, dan tidak terbatas pada National Oil Company (NOC). Hal itu dilakukan untuk menjamin mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM yang lebih pendek.
“(Yang ikut tender) Tidak harus dari NOC, tapi tentunya dari para pemasok yang akan diseleksi, akan dilihat,” ujar anggota Tim Anti-Mafia Migas tersebut.
Pemburu rente
Daniel memastikan, keputusan untuk membuka kesempatan bagi semua pihak untuk mengikuti tender tidak akan melanggar aturan dari Menteri BUMN. ISC akan berkoordinasi agar peraturan tersebut bisa dikaji ulang. Sementara itu ditanya mengantisipasi kemungkinan munculnya rent seeker jika tender diikuti terbuka umum, Daniel menegaskan ISC akan menyeleksi trader yang mengikuti tender.
“Tradernya juga harus punya kredibilitas, integritas, fasilitas, dan juga bukan trading company yang sembarangan. ISC harus selektif,” ucap Daniel.
Dia lebih lanjut menuturkan, mekanisme tender oleh ISC pernah dilakukan pada zaman Ari Soemarno. Ke depan, mekanisme tender ini akan dikaji ulang agar tata kelola pengadaan minyak mentah dan BBM lebih baik, tertib, dan jelas. “Sehingga proses pengadaan bisa dilakukan dengan lebih profesional lah,” imbuh dia.
Namun demikian, Daniel membantah dugaan yang menyebutkan bahwa dengan dialihkannya kewenangan tender ke ISC, hal ini menunjukkan pengaruh klan Soemarno kembali menguat. “Sebetulnya enggak ada urusannya, enggak ada hubungannya dengan Ari Soemarno. Ini adalah full wewenang manajemen Pertamina yang ada sekarang,” tegas Daniel.
Terikat kontrak 6 Bulan
Kendati kewenangan dipindahkan ke ISC, Daniel memastikan pihaknya akan tetap menghormati kontrak yang masih berjalan. “Kalau kita merombak lagi kita istilahnya tidak honour apa yang sudah kita sepakati,” imbuh dia.
Adapun kontrak yang diteken Petral terdiri dari kontrak jangka pendek dan kontrak jangka panjang, dengan termin bervariasi satu bulanan, tiga bulanan, dan enam bulanan. Daniel menuturkan, Petral masih terikat kontrak pengadaan minyak mentah dan BBM selama enam bulan, dengan volume sekitar 8-10 juta barel per bulan untuk BBM, dan 10 juta barel per bulan untuk minyak mentah.
sumber: kompas.com
Harga Pertamax Turun, Pertamina Prediksi Impor Premium Berkurang Satu Juta Barrel
Pertamina menilai penurunan harga premium untuk kedua kalinya, berlaku mulai Senin (19/1/2015) ini menjadi Rp 6.600 per liter, tidak akan mengubah pola konsumsi masyarakat yang semakin banyak mengonsumsi pertamax. Apalagi harga pertamax pun ikut turun, menjadi Rp 8.000 per liter.
“Konsumsinya tidak banyak berubah, pemakai pertamax semakin banyak akibat beda harga dengan premium yang hanya sekitar Rp 1.000 per liter,” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang saat dihubungi, Minggu (18/1/2015).
Akibatnya, lanjut Bambang, impor premium akan mengalami penurunan menjadi 8-9 juta barrel per bulan. Sebelumnya, impor premium sekitar 9-10 juta barrel per bulan. Sebaliknya, impor pertamax akan mengalami kenaikan menjadi 2-3 juta barrel per bulan, dari kondisi sebelumnya sebesar 1-2 juta barrel per bulan.
“Impor premium atau pertamax yang lebih banyak tergantung kebutuhan pasar dan perkembangan kemampuan produksi kita sendiri,” imbuh Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan, perubahan harga BBM yang rencananya akan terjadi setiap dwimingguan akan berkaitan dengan berapa lama stok Pertamina dan perhitungan nilai rata-rata inventorinya. Artinya, lanjut dia, mau kapan pun harga diubah, harus mempertimbangkan nilai inventory Pertamina.
“Sebab, pembelian hari ini tidak langsung masuk ke SPBU, tetapi butuh waktu sampai di depot Pertamina, lalu menyebar ke seluruh Indonesia dan mengubah nilai inventory sebelum dikirim ke SPBU,” jelas Ahmad.
Dia juga menuturkan, kalaupun ada perubahan proses pengadaan minyak, maka hal itu terjadi dalam rangka optimasi peranintegrated supply chain (ISC) dan penataan Petral sehingga lebih efisien dan transparan.
Selama ini pengadaan minyak dilakukan oleh Petral, sekarang langsung oleh Pertamina melalui ISC. “Dan Petral hanyalah salah satu trading company yang ikut dalam tender pengadaan tersebut,” kata Ahmad.
“Konsumsinya tidak banyak berubah, pemakai pertamax semakin banyak akibat beda harga dengan premium yang hanya sekitar Rp 1.000 per liter,” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang saat dihubungi, Minggu (18/1/2015).
Akibatnya, lanjut Bambang, impor premium akan mengalami penurunan menjadi 8-9 juta barrel per bulan. Sebelumnya, impor premium sekitar 9-10 juta barrel per bulan. Sebaliknya, impor pertamax akan mengalami kenaikan menjadi 2-3 juta barrel per bulan, dari kondisi sebelumnya sebesar 1-2 juta barrel per bulan.
“Impor premium atau pertamax yang lebih banyak tergantung kebutuhan pasar dan perkembangan kemampuan produksi kita sendiri,” imbuh Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan, perubahan harga BBM yang rencananya akan terjadi setiap dwimingguan akan berkaitan dengan berapa lama stok Pertamina dan perhitungan nilai rata-rata inventorinya. Artinya, lanjut dia, mau kapan pun harga diubah, harus mempertimbangkan nilai inventory Pertamina.
“Sebab, pembelian hari ini tidak langsung masuk ke SPBU, tetapi butuh waktu sampai di depot Pertamina, lalu menyebar ke seluruh Indonesia dan mengubah nilai inventory sebelum dikirim ke SPBU,” jelas Ahmad.
Dia juga menuturkan, kalaupun ada perubahan proses pengadaan minyak, maka hal itu terjadi dalam rangka optimasi peranintegrated supply chain (ISC) dan penataan Petral sehingga lebih efisien dan transparan.
Selama ini pengadaan minyak dilakukan oleh Petral, sekarang langsung oleh Pertamina melalui ISC. “Dan Petral hanyalah salah satu trading company yang ikut dalam tender pengadaan tersebut,” kata Ahmad.
sumber: kompas.com
Akhir Januari, Minyak Impor dari Angola Tiba
PT Pertamina akhirnya merealisasikan impor minyak mentah dari Sonangol EP asal Angola, Afrika. Pada akhir Januari 2015 ini, impor dalam proses loading. Besaran awal impor minyak mentah dari Sonangol EP sebanyak 600.000 barel sampai dengan 900.000 barel.
Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba bilang, sebelum masuk Indonesia bulan Februari nanti, impor minyak mentah perdana dari Sonangol EP sudah bisa diterima ISC. Saat ini prosesnya sudah berlayar lewat kapal yang disewa oleh Pertamina.
"Kami mulai impor bulan ini, satu kapal isinya 600.000 hingga 900.000 barel. Nantinya, setiap bulan kami akan dikirim kembali," kata Daniel kepada Kontan, Senin (26/1/2015).
ISC memang sudah mendapat mandat menggantikan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dalam pengadaan minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Daniel bilang, kebutuhan impor bahan bakar minyak mencapai 9 juta barel per bulan hingga 10 juta barel per bulan. "Untuk detailnya memang kami sedang bahas di internal ISC," tutur dia.
Dalam persetujuan sebelumnya, antara pemerintah dengan Sonangol EP, Pertamina sepakat membeli minyak dari perusahaan itu setara 100.000 barel per hari (bph).
Ini artinya, Sonangol EP akan memasok sepertiga dari kebutuhan bulanan minyak mentah untuk kebutuhan lokal atau sebanyak 3 juta barel saban bulan.
Sayang, kata Daniel, bulan ini pengiriman perdana impor minyak itu baru sebanyak 600.000- 900.000 barel. Adapun soal harga, Daniel mengaku belum bisa membukanya karena masih menunggu keterangan resmi dari Pertamina. Yang pasti. "Soal harga sudah disesuaikan lewat bussines to bussines," jelas dia.
Adapun soal diskon yang diberikan oleh Sonangol EP sebesar 15 persen dari harga minyak mentah dunia, Daniel juga berkilah belum mengetahui sedetail itu karena dirinya baru menjabat. "Nanti kami tanyakan tim dulu. Yang saya tahu pengiriman sedang loading sekitar 600.000-900.000 barel bulan ini," klaim dia.
Belum terwujud
Selain menyepakati membeli minyak mentah dari Sonangol EP, ada tiga nota kesepahaman yang disepakati Pertamina dan Sonangol EP.
Yakni: pertama, pemerintah dan Sonangol sepakat membangun industri upstream, kedua, keduanya sepakat membangun kilang minyak serta terakhir mendirikan perusahaan perdagangan atau perusahaan patungan.
Hanya, joint venture ini belum ada progresnya. Pasalnya, proses joint venture dengan Sonangol EP itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Namun, bila dalam dua bulan ke depan terjadi kesepakatan, itu akan baik bagi Pertamina. "Kami harap joint venture ini bisa berjalan baik dan cepat, agar diskon yang diterima Pertamina bisa lebih besar," tandas dia.
Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba bilang, sebelum masuk Indonesia bulan Februari nanti, impor minyak mentah perdana dari Sonangol EP sudah bisa diterima ISC. Saat ini prosesnya sudah berlayar lewat kapal yang disewa oleh Pertamina.
"Kami mulai impor bulan ini, satu kapal isinya 600.000 hingga 900.000 barel. Nantinya, setiap bulan kami akan dikirim kembali," kata Daniel kepada Kontan, Senin (26/1/2015).
ISC memang sudah mendapat mandat menggantikan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dalam pengadaan minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Daniel bilang, kebutuhan impor bahan bakar minyak mencapai 9 juta barel per bulan hingga 10 juta barel per bulan. "Untuk detailnya memang kami sedang bahas di internal ISC," tutur dia.
Dalam persetujuan sebelumnya, antara pemerintah dengan Sonangol EP, Pertamina sepakat membeli minyak dari perusahaan itu setara 100.000 barel per hari (bph).
Ini artinya, Sonangol EP akan memasok sepertiga dari kebutuhan bulanan minyak mentah untuk kebutuhan lokal atau sebanyak 3 juta barel saban bulan.
Sayang, kata Daniel, bulan ini pengiriman perdana impor minyak itu baru sebanyak 600.000- 900.000 barel. Adapun soal harga, Daniel mengaku belum bisa membukanya karena masih menunggu keterangan resmi dari Pertamina. Yang pasti. "Soal harga sudah disesuaikan lewat bussines to bussines," jelas dia.
Adapun soal diskon yang diberikan oleh Sonangol EP sebesar 15 persen dari harga minyak mentah dunia, Daniel juga berkilah belum mengetahui sedetail itu karena dirinya baru menjabat. "Nanti kami tanyakan tim dulu. Yang saya tahu pengiriman sedang loading sekitar 600.000-900.000 barel bulan ini," klaim dia.
Belum terwujud
Selain menyepakati membeli minyak mentah dari Sonangol EP, ada tiga nota kesepahaman yang disepakati Pertamina dan Sonangol EP.
Yakni: pertama, pemerintah dan Sonangol sepakat membangun industri upstream, kedua, keduanya sepakat membangun kilang minyak serta terakhir mendirikan perusahaan perdagangan atau perusahaan patungan.
Hanya, joint venture ini belum ada progresnya. Pasalnya, proses joint venture dengan Sonangol EP itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Namun, bila dalam dua bulan ke depan terjadi kesepakatan, itu akan baik bagi Pertamina. "Kami harap joint venture ini bisa berjalan baik dan cepat, agar diskon yang diterima Pertamina bisa lebih besar," tandas dia.
sumber: kompas.com
Gagal Dapat Harga Minyak Murah Dirut Pertamina Tak Segan Copot Bos ISC
Direktur Utama PT Pertamina Persero Dwi Soetjipto tak segan mencopot posisi Vice President Integrated Supply Chain (ISC) yang saat ini dijabat oleh Daniel Purba apabila gagal mendapatkan harga minyak impor yang lebih murah melaui proses tender.
"ISC harus dapatkan harga yang murah dari apa yang telah dilakukan. Kalau enggak, Pak Daniel nya yang diganti," ujar Dwi di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Lebih lanjut Dwi mengatakan, ISC sudah diberikan kewenangan melakukan pengadaan minyak mentah dan BBM impor. Hal itu merupakan pelimpahan kewenangan dari Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Oleh karena itu, kata Dwi, ISC saat ini memiliki peran yang besar dalam pengadaan impor minyak mentah dan BBM. Diharapkan, dengan pelimpahan kewenangan Petral ke ISC itu maka Pertamina bisa lebih efisien dalam melakuan pengadaan impor.
Sebelumnya, PT Pertamina Persero sudah menyerahkan kewenangan pengadaan impor dan ekspor minyak kepada Integrated Supply Chain (ISC) mulai 1 Januari 2015 menggantikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Perusahaan migas nasional itu pun mengatakan bisa memangkas 2-3 mata rantai pembelian minyak impor yang selama ini ditengarai menimbulkan ketidakefisienan tata kelola impor minyak. Pasalnya, ISC diberi kewenangan untuk bisa langsung mengimpor minyak dari perusahaan produsen minyak.
Bahkan, Pertamina mengklaim mampu menghemat 2,3 juta dollar AS per pengapalan minyak.
"ISC harus dapatkan harga yang murah dari apa yang telah dilakukan. Kalau enggak, Pak Daniel nya yang diganti," ujar Dwi di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Lebih lanjut Dwi mengatakan, ISC sudah diberikan kewenangan melakukan pengadaan minyak mentah dan BBM impor. Hal itu merupakan pelimpahan kewenangan dari Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Oleh karena itu, kata Dwi, ISC saat ini memiliki peran yang besar dalam pengadaan impor minyak mentah dan BBM. Diharapkan, dengan pelimpahan kewenangan Petral ke ISC itu maka Pertamina bisa lebih efisien dalam melakuan pengadaan impor.
Sebelumnya, PT Pertamina Persero sudah menyerahkan kewenangan pengadaan impor dan ekspor minyak kepada Integrated Supply Chain (ISC) mulai 1 Januari 2015 menggantikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Perusahaan migas nasional itu pun mengatakan bisa memangkas 2-3 mata rantai pembelian minyak impor yang selama ini ditengarai menimbulkan ketidakefisienan tata kelola impor minyak. Pasalnya, ISC diberi kewenangan untuk bisa langsung mengimpor minyak dari perusahaan produsen minyak.
Bahkan, Pertamina mengklaim mampu menghemat 2,3 juta dollar AS per pengapalan minyak.
sumber: kompas.com
ISC Pertamina Diminta Terbuka soal Tender Minyak Mentah
Tender minyak mentah (crude oil) yang pertama kali dilakukan oleh Intagrated Supply Chain (ISC) Pertamina, prosesnya terkesan sangat tertutup.
Menurut pengamat migas dari Energi Watch Ferdinand Hutahaen, tender itu telah menghasilkan pemenang tender, yaitu Socar untuk minyak mentah Azeri sebesar 2 juta barel dan Vitol untuk minyak mentah Nigeria sebesar 2 juta barel.
Dia bilang, proses tender terbuka dan transparan seperti yang dijanjikan oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas dan ISC sepertinya tidak terjadi. Publik sangat sulit mengawasi proses ini, bahkan anggota DPR dan DPD RI bersuara keras agar ISC membuka ke publik tentang proses tender yang sudah dilakukan.
"Siapa peserta tender, syaratnya apa, spek-nya seperti apa, tata caranya bagaimana, tender terbuka atau tertutup, semua serba tidak jelas, tidak ada transparansi dalam proses ini. Bahkan kabarnya ISC telah memenangkan peserta tender yang harganya lebih mahal 6 sen dolar/barel dari penawar dibawahnya. Ini aneh bagi kami, kenapa penawar yang harganya lebih tinggi bisa dimenangkan," ujar Ferdinand kepada Kontan, Senin (2/2/2015).
Dia pun meminta agar KPK segera turun ke ISC Pertamina. Tender ini, kata dia harus segera diperiksa secara detil, ISC tidak boleh sembunyi dibalik software untuk menetapkan pemenang tender.
"Jangan menggunakan software yang sudah dimanipulasi untuk proses tender crude ini. Kapan bangsa ini akan bebas dari kejahatan mafia migas jika masih saja proses tender terus tertutup dan aneh? Jika penawar yang lebih mahal dimenangkan, itu artinya akan ada potensi kerugian negara, ini harus diperiksa," tegas dia.
Ia meminta kepada Menteri ESDM Sudirman Said, Dirut Pertamina Dwi Sucipto dan Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri agar segera memeriksa proses ini. "Semua tender crude oil harus transparan, bebas dari mafia dan pola pengadaannya harus dirubah demi bangsa dan negara," ujarnya.
Menurut pengamat migas dari Energi Watch Ferdinand Hutahaen, tender itu telah menghasilkan pemenang tender, yaitu Socar untuk minyak mentah Azeri sebesar 2 juta barel dan Vitol untuk minyak mentah Nigeria sebesar 2 juta barel.
Dia bilang, proses tender terbuka dan transparan seperti yang dijanjikan oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas dan ISC sepertinya tidak terjadi. Publik sangat sulit mengawasi proses ini, bahkan anggota DPR dan DPD RI bersuara keras agar ISC membuka ke publik tentang proses tender yang sudah dilakukan.
"Siapa peserta tender, syaratnya apa, spek-nya seperti apa, tata caranya bagaimana, tender terbuka atau tertutup, semua serba tidak jelas, tidak ada transparansi dalam proses ini. Bahkan kabarnya ISC telah memenangkan peserta tender yang harganya lebih mahal 6 sen dolar/barel dari penawar dibawahnya. Ini aneh bagi kami, kenapa penawar yang harganya lebih tinggi bisa dimenangkan," ujar Ferdinand kepada Kontan, Senin (2/2/2015).
Dia pun meminta agar KPK segera turun ke ISC Pertamina. Tender ini, kata dia harus segera diperiksa secara detil, ISC tidak boleh sembunyi dibalik software untuk menetapkan pemenang tender.
"Jangan menggunakan software yang sudah dimanipulasi untuk proses tender crude ini. Kapan bangsa ini akan bebas dari kejahatan mafia migas jika masih saja proses tender terus tertutup dan aneh? Jika penawar yang lebih mahal dimenangkan, itu artinya akan ada potensi kerugian negara, ini harus diperiksa," tegas dia.
Ia meminta kepada Menteri ESDM Sudirman Said, Dirut Pertamina Dwi Sucipto dan Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri agar segera memeriksa proses ini. "Semua tender crude oil harus transparan, bebas dari mafia dan pola pengadaannya harus dirubah demi bangsa dan negara," ujarnya.
sumber: kompas.com
Impor Minyak dari Angola, Pertamina Tak Mau Sebut Harga dari Sonangol
PT Pertamina Persero sudah melakukan impor minyak dari perusahaan minyak asal Angola Sonangol sebesar 950.000 barel per bulan. Sayangnya, Pertamina tak mau membeberkan harga minyak asal Angola itu dengan alasan terikat etika bisnis.
"Minyak mentah dari Angola dan down contract saat nego waktu kuartal IV 2014. Untuk supply deliver Januari-Juni 2015 (dilakukan) Petral. Harga enggak bisa (dipublikasikan), Itubusiness to business (B to B)," ujar Vice President ISC Pertamina Daniel Purba, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Menurut Daniel, pengadaan minyak itu dilakukan oleh Petral pada akhir 2014 lalu. Saat itu kata dia, ISC belum memiliki kewenangan melakukan pengadaan impor minyak seperti saat ini. Saat itu lanjut Daniel, Petral sudah menjalin kerjasama B to B dengan Sonangol.
Artinya, kerjasama pengadaan impor minyak itu bukan goverment to government antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Angola.
Seperti diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan ke depan publik bahwa kerjasama Government to Government dengan Sonangol EP negara diuntungkan dengan diskon 15 persen dari harga pasar minyak dunia. Pemerintah akan menghemat sekitar Rp 11 triliun sampai Rp 15 triliun dari kerjasama ini.
Namun, Koordinator Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, Selasa (2/12/2014) mengatakan memiliki bukti bahwa Sonangol telah membalas surat dari Pertamina. Kesimpulannya, Sonangol tidak mengabulkan permintaan diskon harga minyak tersebut. Sonangol tetap bersikukuh mematok harga minyak sesuai harga internasional.
"Saya melihatpembelian minyak dari Sonangol ini hanya bagian pencitraan pemerintahan Joko Widodo yang ingin menunjukkan mereka bisa mendapatkan minyak mentah dengan harga murah," jelas dia.
"Minyak mentah dari Angola dan down contract saat nego waktu kuartal IV 2014. Untuk supply deliver Januari-Juni 2015 (dilakukan) Petral. Harga enggak bisa (dipublikasikan), Itubusiness to business (B to B)," ujar Vice President ISC Pertamina Daniel Purba, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Menurut Daniel, pengadaan minyak itu dilakukan oleh Petral pada akhir 2014 lalu. Saat itu kata dia, ISC belum memiliki kewenangan melakukan pengadaan impor minyak seperti saat ini. Saat itu lanjut Daniel, Petral sudah menjalin kerjasama B to B dengan Sonangol.
Artinya, kerjasama pengadaan impor minyak itu bukan goverment to government antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Angola.
Seperti diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan ke depan publik bahwa kerjasama Government to Government dengan Sonangol EP negara diuntungkan dengan diskon 15 persen dari harga pasar minyak dunia. Pemerintah akan menghemat sekitar Rp 11 triliun sampai Rp 15 triliun dari kerjasama ini.
Namun, Koordinator Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, Selasa (2/12/2014) mengatakan memiliki bukti bahwa Sonangol telah membalas surat dari Pertamina. Kesimpulannya, Sonangol tidak mengabulkan permintaan diskon harga minyak tersebut. Sonangol tetap bersikukuh mematok harga minyak sesuai harga internasional.
"Saya melihatpembelian minyak dari Sonangol ini hanya bagian pencitraan pemerintahan Joko Widodo yang ingin menunjukkan mereka bisa mendapatkan minyak mentah dengan harga murah," jelas dia.
sumber: kompas.com
ISC Ambil Alih Impor dari Petral, Mata Rantai Pengadaan Minyak Lebih Pendek
PT Pertamina Persero sudah menyerahkan kewenangan pengadaan impor dan ekspor minyak kepada Integrated Supply Chain (ISC) mulai 1 Januari 2015 menggantikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Dengan ISC yang melakukan pengadaan minyak, jalur pembelian minyak impor yang selama ini ditengarai menimbulkan ketidakefisienan tata kelola impor minyak, bisa lebih pendek.
"Dengan kewenangan ISC saat ini maka kita bisa pangkas 2-3 mata rantai pengadaan impor minyak," ujar Vice President ISC Daniel Purba dalam konferensi pers di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Daniel mengatakan, ISC langsung bekerja sama dengan produsen perusahaan minyak nasional untuk pengadaan minyak Indonesia. "Mereka (National oli company) datang ke Jakarta. Itu gambaran yang kita dapatkan. Detilnya bisa dapatkan dari anak usaha di Petral," kata dia.
Sebelumnya, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) mengeluarkan rekomendasi agar kewenangan tender pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dialihkan dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Ketua Tim Faisal Basri, dalam paparannya Selasa (30/12/2014), mengungkapkan ada beberapa pertimbangan tim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Berbagai perkembangan menuntut perubahan kebijakan dan pengelolaan ekspor dan impor minyak mentah dan BBM.
“Kebutuhan minyak mentah dan BBM semakin tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga impor minyak mentah dan BBM cenderung meningkat,” ungkap Faisal.
Dengan ISC yang melakukan pengadaan minyak, jalur pembelian minyak impor yang selama ini ditengarai menimbulkan ketidakefisienan tata kelola impor minyak, bisa lebih pendek.
"Dengan kewenangan ISC saat ini maka kita bisa pangkas 2-3 mata rantai pengadaan impor minyak," ujar Vice President ISC Daniel Purba dalam konferensi pers di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Daniel mengatakan, ISC langsung bekerja sama dengan produsen perusahaan minyak nasional untuk pengadaan minyak Indonesia. "Mereka (National oli company) datang ke Jakarta. Itu gambaran yang kita dapatkan. Detilnya bisa dapatkan dari anak usaha di Petral," kata dia.
Sebelumnya, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) mengeluarkan rekomendasi agar kewenangan tender pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dialihkan dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Ketua Tim Faisal Basri, dalam paparannya Selasa (30/12/2014), mengungkapkan ada beberapa pertimbangan tim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Berbagai perkembangan menuntut perubahan kebijakan dan pengelolaan ekspor dan impor minyak mentah dan BBM.
“Kebutuhan minyak mentah dan BBM semakin tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga impor minyak mentah dan BBM cenderung meningkat,” ungkap Faisal.
sumber: kompas.com
Transparansi pembelian minyak dari Sonangol dipertanyakan
Impor minyak mentah perdana dari Sonangol EP disebut-sebut sudah bisa diterima Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina pada Akhir Januari 2015. Kemudian ISC Pertamina sudah melakukan Tender Pengadaan Impor Crude Oil pada Kamis (22/1).
Ketua Komisi VII DPR, Kardaya mengaku belum mengetahui kabar impor minyak Sonangol yang saat ini prosesnya disebut-sebut sudah mulai didatangkan menggunakan kapal sewaan Pertamina.
Kardaya mempertanyakan transparansi di balik pembelian minyak mentah dari Sonangol yang diumumkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
"Keuntungan seperti diskon yang banyak karena pembelian langsung dari pemerintah ke pemerintah, namun hingga saat ini kami belum mengetahui kelanjutan transparansi impor Sonangol," ujar Kardaya di Jakarta, Rabu (28/1).
Sejauh ini Komisi VII DPR belum mendapat informasi apakah impor minyak mentah dari Sonangol EP atau Sonangol China. Jika impor melalui Sonangol China kemungkinan besar melalui broker. Kalau menggunakan jasa broker, otomatis ada biaya tambahan yang dibebankan ke Indonesia.
Kardaya menegaskan, Menteri ESDM Sudirman Said dan VP ISC Pertamina Daniel Purba harus bisa memberikan penjelasan transparansi pembelian impor minyak seperti janjinya dalam reformasi migas sebelumnya.
Informasi yang diperoleh Kardaya, tender minyak mentah ISC Pertamina untuk periode April 2015 untuk pemenuhan kilang pengolahan sangat tidak terbuka dan terkesan ditutupi. Bahkan belum diumumkan pemenangnya. Diduga masih terjadi tarik menarik antar kepentingan di dalamnya.
"Secara organisasi ISC berada di dalam Pertamina. Artinya, kalau mereka tidak transparan itu bertentangan dengan janji Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto bahkan rekomendasi Tim Reformasi Migas yang dipimpin Faisal Basri," tutup Kardaya.
sumber: merdeka.com
Impor 2 juta barel minyak, Pertamina bungkam soal harga
Pembelian minyak mentah yang dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC) disebut-sebut lebih murah ketimbang saat masih dipegang Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Kenyataan itu terungkap setelah Pertamina melimpahkan kewenangan pembelian impor minyak dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke unit ISC per 1 Januari 2015.
Pelimpahan kewenangan penjualan dan pembelian minyak mentah kepada ISC tersebut diklaim lebih efisien dan hemat anggaran. Jika nantinya pembelian minyak oleh ISC ternyata lebih mahal, Daniel Syahputra Purba bakal diberhentikan dari jabatannya sebagai Vice President ISC.
"Kalau tidak, Pak Daniel-nya yang diganti," ujarnya di Gedung Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2).
Di tempat sama, Daniel menjelaskan saat ini ISC telah menyelesaikan proses tender pengadaan minyak mentah. Dari 62 Daftar Mitra Usaha Terdaftar (DMUT) atau suplier minyak mentah, ISC berhasil menyaring dua pemenang.
"Yakni Socar dengan minyak mentah Azeri (Azerbaijan) sebesar 2 juta barel. Sedangkan satunya lagi dari Vitol dengan minyak mentah Nigeria sebesar 2 juta barel," jelas dia.
Sayangnya, Daniel tak dapat memberikan penjelasan terkait kisaran harga yang disepakati dalam tender yang dimenangkan oleh Socar dan Vitol tersebut.
"Bukannya tidak transparan, tapi ini berkaitan dengan etika bisnis. Kita juga ingin lebih menjaga iklim internasional trading," ungkapnya.
sumber: merdeka.com
Klan Soemarno berambisi kuasai bisnis migas negara?
Direktur Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menilai janggal atas penunjukan salah satu anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Daniel Purba sebagai Vice President (VP) Integrated Supply Chain Pertamina (PTM-ISC) menggantikan Tafkir Husni.
Sebab, saat ini sedang terjadi perebutan kekuasaan di bisnis migas, salah satunya melibatkan klan Soemarno. Dikatakannya, pengangkatan Daniel merupakan bukti sahih klan Soemarno ingin menguasai bisnis migas.
"Pengangkatan Daniel Purba sebagai Vice President ISC adalah bukti sahih bahwa Soemarno bersaudara ingin menguasai tata niaga migas," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (31/12).
Menurutnya, pengalihan itu membenarkan bahwa selama ini memang adanya perseteruan dan perebutan oleh dua kekuasaan mafia untuk menguasai perminyakan Indonesia.
"Yang terjadi di tubuh tata kelola niaga migas kita adalah perseteruan dan perebutan kekuasaan dua kekuatan raksasa mafia yaitu satu di blok yang 'menguasai' Petral dan satu blok yang ingin merebut Petral melalui rezim ISC, yaitu di bawah kekuasaan Soemarno brothers," jelas dia.
Dirinya menuding, sejak awal dibentuk Menteri ESDM Sudirman Said, tim reformasi tata kelola migas hanya digunakan sebagai alat 'pemuas' dalam mempermulus langkah Soemarno brothers menguasai Petral yang dikuasai MRC saat ini.
"Memanfaatkan tim RTKM untuk memuluskan niatnya menguasai tata niaga migas bangsa ini dengan menelurkan kebijakan yang menguntungkan kelompok Soemarno bersaudara. Sebab, ISC itu adalah ranah kuasa Arie Soemarno, dia yang bentuk dan mengangkat Sudirman Said dulu menjadi Kepala ISC yang sekarang jadi menteri ESDM," ungkapnya.
"Kami menduga langkah selanjutnya kelompok Soemarno ini adalah mengangkat anteknya jadi Vp ISC. Mungkin salah satu dari anggota tim RTKM. Inilah kenapa kami menuntut tim ini bubar karena sesungguhnya tidak bekerja untuk bangsa tapi bekerja untuk kelompok tertentu," tutup dia.
Sebab, saat ini sedang terjadi perebutan kekuasaan di bisnis migas, salah satunya melibatkan klan Soemarno. Dikatakannya, pengangkatan Daniel merupakan bukti sahih klan Soemarno ingin menguasai bisnis migas.
"Pengangkatan Daniel Purba sebagai Vice President ISC adalah bukti sahih bahwa Soemarno bersaudara ingin menguasai tata niaga migas," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (31/12).
Menurutnya, pengalihan itu membenarkan bahwa selama ini memang adanya perseteruan dan perebutan oleh dua kekuasaan mafia untuk menguasai perminyakan Indonesia.
"Yang terjadi di tubuh tata kelola niaga migas kita adalah perseteruan dan perebutan kekuasaan dua kekuatan raksasa mafia yaitu satu di blok yang 'menguasai' Petral dan satu blok yang ingin merebut Petral melalui rezim ISC, yaitu di bawah kekuasaan Soemarno brothers," jelas dia.
Dirinya menuding, sejak awal dibentuk Menteri ESDM Sudirman Said, tim reformasi tata kelola migas hanya digunakan sebagai alat 'pemuas' dalam mempermulus langkah Soemarno brothers menguasai Petral yang dikuasai MRC saat ini.
"Memanfaatkan tim RTKM untuk memuluskan niatnya menguasai tata niaga migas bangsa ini dengan menelurkan kebijakan yang menguntungkan kelompok Soemarno bersaudara. Sebab, ISC itu adalah ranah kuasa Arie Soemarno, dia yang bentuk dan mengangkat Sudirman Said dulu menjadi Kepala ISC yang sekarang jadi menteri ESDM," ungkapnya.
"Kami menduga langkah selanjutnya kelompok Soemarno ini adalah mengangkat anteknya jadi Vp ISC. Mungkin salah satu dari anggota tim RTKM. Inilah kenapa kami menuntut tim ini bubar karena sesungguhnya tidak bekerja untuk bangsa tapi bekerja untuk kelompok tertentu," tutup dia.
Sebagai informasi, Daniel Purba pernah menjabat sebagai VP Petral Singapura, ketika Ari Soemarno menjabat Managing Director Petral.
sumber: merdeka.com
Monday, March 9, 2015
Wewenang Petral dipangkas, Pertamina klaim hemat impor minyak
PT Pertamina (Persero) mengklaim sukses melakukan penghematan usai memangkas kewenangan anak usahanya, PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dalam jual beli minyak impor.
Tender penjualan serta pengadaan impor minyak mentah dan BBM sejak awal tahun ini sudah dialihkan ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Vice President ISC Pertamina Daniel Purba menuturkan, proses transaksi dan mata rantai pasokan terpangkas setelah dilimpahkannya wewenang Petral ke ISC.
"Kita bisa didapatkan penghematan signifikan bagi kegiatan Pertamina, khususnya ekspor impor," ujarnya di Gedung Pertamina, Jakarta, Selasa (17/2).
Dia menyebut terjadi peningkatkan fleksibilitas dan utilisasi armada transportasi yang dimiliki Pertamina. Perseroan menghemat USD 2,3 juta per pengapalan.
Keuntungan lain dari pelimpahan wewenang pengadaan impor minyak, lanjut Daniel, perseroan bisa melakukan negosiasi dengan supplier dalam hal pendanaan letter of credit (L/C). "Selaku Pertamina dengan rating baik, maka pendanaan untuk LC bisa nego dengan supplier," jelas dia.
Daniel juga mengklaim, revitalisasi fungsi dan peran ISC mendapatkan respons positif dari mitra bisnis. Bahkan, banyak perusahaan minyak nasional (National Oil Company/NOC) antusias bekerja sama dengan perseroan.
"Proses tender pun berjalan transparan karena dilakukan di Jakarta di kantor Pertamina. Ini mempermudah akses apabila diperlukan accountability dari proses tender yang ada. Jadi lebih transparan," ungkapnya.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2015 lalu kewenangan Petral untuk proses pembelian dan penjualan minyak mentah maupun kilang seluruhnya dieksekusi oleh ISC.
sumber: merdeka.com
Subscribe to:
Posts (Atom)