Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto memberikan sambutan pada pembukaan Pertamina Value Creation Refining Day 2015 di Kantor Pertamina Pusat Jakarta, Kamis (29/1). Pertamina berharap melalui proyek Refining Development Masterplan Program (RDM) dapat meningkatkan kemampuan produksi hingga 1,6 juta barel per hari dengan fleksibilitas kilang yang meningkat. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)
Kejatuhan harga minyak memukul neraca perusahaan minyak dan gas pelat merah, PT Pertamina (Persero). Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan bukan hanya laba Pertamina yang tergerus, melainkan juga neraca anak usaha yang bergerak di sektor hulu migas bakal terganggu.
"Tentu saja (keuangan terganggu), dan bukan hanya Pertamina semuanya. Upstream-nya pasti terpukul dan itu otomatis profitabilitas dari upstream kena," ujar Dwi di Istana Negara, Kamis (5/2).
Untuk menjaga kinerja keuangan, Dwi Soetjipto mengatakan Pertamina akan melakukan efisiensi. Salah satunya adalah dengan mengalihkan hak pembelian migas dari Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd ke PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina).
"Pertamina sudah melaksanakan perubahan untuk langkah-langkah efesinsi, di mana kalau kami melihat peran Petral sudah kami pindahkan langsung ke Pertamina lewat ISC sehingga kami bisa mendapatkan upaya efesiensi yang cukup signifikan," jelas Dwi.
Untuk 2015, Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya masih mengkaji dan mengkalkulasi potensi laba dan strategi bisnis perseroan. "Insya Allah pertengahan bulan ini bisa selesai review karena kan posisi harga minyaknya berbeda," jelas Dwi.
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Januari 2015 tercatat US$ 45,3 per barel, turun US$ 14,26 per barel atau 23 persen dibandingkan Desember 2014 yang sebesar US$ 59,56 per barel.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan laba Pertamina berpotensi tergerus 50 persen akibat kejatuhan harga minyak dunia. “Penurunan harga minyak mentah itu luar biasa. Pada kuartal III 2014 lalu harganya masih di US$ 100 per barel, sekarang sekitar US$ 51 per barel. Maksudnya dari sisi potensiprofit, penurunan ini bisa 40 persen sampai 50 persen,” ujar Arief, belum lama ini.
Arief menyebut, satu-satunya yang diuntungkan dari penurunan harga minyak mentah dunia adalah masyarakat yang notabene pembeli dari produk bahan bakar minyak (BBM) di sektor hilir. Semakin dalam penurunan harga minyak, maka harga jual BBM jenis premium, solar, pertamax, dan BBM non-subsidi lainnya bisa semakin murah harganya.
Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan nilai investasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun ini akan turun sebesar 20 persen menjadi US$ 25,6 miliar dibandingkan proyeksi investasi 2014 sebesar US$ 32 miliar.
"Tentu saja (keuangan terganggu), dan bukan hanya Pertamina semuanya. Upstream-nya pasti terpukul dan itu otomatis profitabilitas dari upstream kena," ujar Dwi di Istana Negara, Kamis (5/2).
Untuk menjaga kinerja keuangan, Dwi Soetjipto mengatakan Pertamina akan melakukan efisiensi. Salah satunya adalah dengan mengalihkan hak pembelian migas dari Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd ke PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina).
"Pertamina sudah melaksanakan perubahan untuk langkah-langkah efesinsi, di mana kalau kami melihat peran Petral sudah kami pindahkan langsung ke Pertamina lewat ISC sehingga kami bisa mendapatkan upaya efesiensi yang cukup signifikan," jelas Dwi.
Untuk 2015, Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya masih mengkaji dan mengkalkulasi potensi laba dan strategi bisnis perseroan. "Insya Allah pertengahan bulan ini bisa selesai review karena kan posisi harga minyaknya berbeda," jelas Dwi.
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Januari 2015 tercatat US$ 45,3 per barel, turun US$ 14,26 per barel atau 23 persen dibandingkan Desember 2014 yang sebesar US$ 59,56 per barel.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan laba Pertamina berpotensi tergerus 50 persen akibat kejatuhan harga minyak dunia. “Penurunan harga minyak mentah itu luar biasa. Pada kuartal III 2014 lalu harganya masih di US$ 100 per barel, sekarang sekitar US$ 51 per barel. Maksudnya dari sisi potensiprofit, penurunan ini bisa 40 persen sampai 50 persen,” ujar Arief, belum lama ini.
Arief menyebut, satu-satunya yang diuntungkan dari penurunan harga minyak mentah dunia adalah masyarakat yang notabene pembeli dari produk bahan bakar minyak (BBM) di sektor hilir. Semakin dalam penurunan harga minyak, maka harga jual BBM jenis premium, solar, pertamax, dan BBM non-subsidi lainnya bisa semakin murah harganya.
Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan nilai investasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun ini akan turun sebesar 20 persen menjadi US$ 25,6 miliar dibandingkan proyeksi investasi 2014 sebesar US$ 32 miliar.
sumber : cnn
No comments:
Post a Comment