Komisi VII DPR RI ternyata tidak mengetahui proses impor minyak mentah perdana dari Sonangol EP yang telah berlangsung 22 Januari 2015 lalu.
Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya mempertanyakan proses transparansi dari Menteri ESDM, Sudirman Said dan Pertamina.
"Pembelian minyak mentah dari sonangol EP diumumkan Presiden Joko Widodo dengan beberapa keuntungan seperti diskon yang banyak karena pembelian langsung dari pemerintah ke pemerintah. Namun hingga saat ini kami belum mengetahui kelanjutan transparansi impor Sonangol," jelas Kardaya di Jakarta, Rabu (28/1).
Kardaya mengakui informasi yang didapat tidak jelas, apakah impor minyak mentah dari Sonangol EP atau Sonangol China. Menurutnya, apabila impor dilakukan melalui Sonangol China berarti ada permainan broker disana.
"Padahal yang kita tahu, setiap ada broker berarti ada biaya tambahan bagi Indonesia, begitu juga mengenai tender crude oil yang dilaksanakan ISC Pertamina," jelasnya.
Menurut Kardaya, Menteri ESDM Sudirman Said dan VP ISC Pertamina Daniel Purba harus bisa melakukan transparansi pembelian impor minyak seperti janjinya dalam reformasi migas sebelumnya.
Informasi yang beredar, tender minyak mentah ISC Pertamina untuk periode bulan April 2015 untuk pemenuhan kilang pengolahan sangat tidak terbuka dan terkesan ditutupi, bahkan belum diumumkan pemenangnya. Diduga masih terjadi tarik menarik antar kepentingan di dalamnya.
Informasi lainnya, ada "conflict of Interest" berusaha memenuhi pesanan untuk memenangkan perusahaan tertentu, meski penawaran nya jauh diatas rata-rata. Hal tersebut nantinya akan terlihat dari harga pemenang tender yang tidak termurah.
Kembali ke Kardaya. Kata dia, tender awal kali ini sangat sulit karena harga yang masuk masuk dari perusahaan "pesanan" tidak kompetitif. Sementara pihak yang berkepentingan sudah memberikan pesanan untuk memenangkan perusahaan tertentu.
"ISC Pertamina khususnya Daniel Purba harus memegang prinsip transparan, umumkan penawar dengan harganya, beli dengan harga termurah, jangan main akal akalan dengan bicara metode pembelian atau perhitungan yang kompleks, harus masuk akal publik," terang Kardaya.
"Secara organisasi ISC berada di dalam Pertamina. Artinya, kalau mereka tidak transparan itu bertentangan dengan janji Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto bahkan rekomendasi Tim Reformasi Migas yang dipimpin Faisal Basri," tandas Kardaya.
sumber : konfrontasi
No comments:
Post a Comment