Dari sejak awal, berbagai kalangan sudah bersuara keras agar Pemerintah membatalkan proses tender distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apalagi, dalam proses distribusi BBM bersubsidi itu menggunakan dana negara sehingga tidak sepantasnya kebijakan tersebut diserahkan ke swasta atau asing.RMOL.
Proses tender bahan bakar minyak (BBM) subsidi dikhawatirkan bakal jadi pintu masuk asing untuk menguasai industri hilir minyak dan gas (migas). Peluang Shell Indonesia (SI) untuk memenangkan tender tersebut sangat besar.
Jika dibiarkan, proses tender BBM subsidi bakal jadi pintu masuk investor asing untuk menguasai industri hilir (penyaluran) migas.
Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, tender pendistribusian BBM bersubsidi sebenarnya tidak perlu dilakukan. Ia mengkhawatirkan proses tender itu karena ada ‘permainan’ dari pihak tertentu. “Sebenarnya tidak perlu ada tender seperti itu. Hal itu menimbulkan kecurigaan adanya kepentingan lain seperti membuka jalan bagi swasta dan asing untuk masuk ke hilir migas,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut lulusan Colorado University Amerika ini, sudah jadi tugas Pertamina sebagai perusahaan minyak negara untuk menyalurkan BBM subsidi ke seluruh Indonesia. “Pendistribusian BBM bersubsidi tidak boleh diberikan kepada pihak asing maupun swasta, harus perusahaan BUMN, harus Pertamina,” tegasnya.
Pria yang pernah berkarir di Pertamina ini yakin, perusahaan minyak pelat merah ini mampu menjalankan tugas tersebut. “Pertamina sudah berpengalaman lebih dari 40 tahun menyalurkan BBM bersubsidi ke seluruh Indonesia. Selain itu, Pertamina yang mempunyai infrastruktur di seluruh Indonesia,” ungkap Kurtubi.
Seperti diketahui, tender distribusi BBM bersubsidi untuk kawasan terpencil sudah dibuka. Badan Pelaksana Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) saat ini sudah menerima proposal tender dari empat perusahaan distributor minyak, yaitu PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, PT Aneka Kimia Raya (AKR) Corporindo dan PT Surya Parna Niaga (SPN).
Para peserta tender itu akan memperebutkan alokasi BBM bersubsidi untuk kawasan terpencil. Jumlahnya lumayan besar, yakni 2,4 persen dari total BBM subsidi 2013 yang sebesar 46,01 juta kiloliter (kl), atau sebesar 1,1 juta kl. Bandingkan dengan tender serupa di tahun ini yang cuma 0,4 persen dari total BBM bersubsidi sebesar 40 juta kl atau hanya sebesar 160 ribu kl saja.
Ketua Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng membenarkan, salah satu peserta tender BBM bersubsidi yakni PT Shell Indonesia menginginkan jatah SPBU di Jawa Timur. “Dia ingin ini untuk SPBU ekspres,” katanya kepada pers di Jakarta, Kamis (4/10).
Menurut Andy, SPBU tersebut berupa dispenser kecil khusus untuk melayani motor. “Ini usulan mereka (Shell) karena populasi motor banyak, tapi kurang dapat layanan prima,” jelasnya.
Tapi, dia menegaskan, pihaknya belum memutuskan apakah akan mengabulkan permintaan ini. Sejumlah tahap masih harus dilalui peserta tender.
Melihat gelagat ini, politisi Senayan langsung bereaksi keras. Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, pendistribusian BBM bersubsidi menggunakan dana negara sehingga tidak sepantasnya diserahkan ke pihak swasta apalagi asing.
Menurutnya, sudah selayaknya, pendistribusian BBM bersubsidi yang merupakan pelayanan publik (public service obligation/PSO) dilakukan pemerintah melalui badan usaha milik negara (BUMN) bidang energi, yakni Pertamina.
“Kalau sampai asing ikut mendistribusikan BBM bersubsidi, maka sama saja dengan menggadaikan kedaulatan ekonomi kita. Apalagi ini terkait dengan uang negara,” ujar Dito mewanti-wanti kepadaRakyat Merdeka.
Untuk itu, politisi Partai Golkar ini mengaku DPR akan memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik untuk membatalkan proses tender BBM subsidi itu.
Dito melanjutkan, urusan penyaluran BBM bersubsidi seharusnya dikerjakan BUMN. Untuk itu, pemerintah menjadikan BUMN seperti Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan yang menyediakan dan mendistribusikan BBM bersubsidi di seluruh pelosok negeri.
“Meski soal tender ada aturannya (Undang-Undang), namun pemerintah semestinya tidak serta merta memberikan alokasi untuk distribusi BBM bersubsidi ke perusahaan selain Pertamina. Apalagi swasta asing,” katanya.
Menurut Dito, pemerintah bisa mencontoh Malaysia atau Singapura yang mensyaratkan pembangunan kilang jika ingin mendistribusikan BBM. Jadi tidak dibuka seperti saat ini.
“Siapapun bisa membangun SPBU. Ini liberalisasi yang kebablasan,” kritik Dito.
sumber : RMOL
No comments:
Post a Comment