Thursday, February 12, 2015
Siluman Baru Impor Minyak
Mulai muncul kekhawatiran adanya siluman baru dalam pengadaan minyak mentah untuk kebutuhan Indonesia.
Keputusan Integrated Supply Chain (ISC) mengimpor minyak mentah dari produsen minyak asal Angola, Sonangol EP, akhirnya menimbulkan masalah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merasa kaget, dan sama sekali tidak tahu menahu soal impor minyak ini.
Plt Direktur Pembinaan Hilir Minyak dan Gas, Ditjen Migas, Kementerian ESDM Muhammad Riswi mengatakan, sampai saat ini tidak ada dokumen impor dari Sonangol. Bahkan, Riswi terperanjat saat diberi tahu bahwa minyak itu sedang dalam perjalanan ke Indonesia. “Itu (impor miyak) kontrol pemerintah,” kata Riswi, Senin (9/2/2015).
Dalam catatan situs ini, besaran awal impor minyak dari Sonangol itu sebanyak 950.000 barel, dan kini dalam perjalanan menuju Indonesia. Dalam perjanjian jual beli yang diteken di Jakarta Oktober tahun lalu, Sonangol akan memasok minyak mentah sebanyak 100.000 barel per hari.
Berapa uang yang harus dikeluarkan Pertamina untuk setiap barel minyak yang dibeli dari Sonangol? Sebab, bukan apa-apa, perjanjian jual beli itu sempat mandek gara-gara masalah diskon.
Dalam perjanjian awal, Sonangol bersedia memberikan diskon sebesar US$ 15 setiap barel minyak yang dibeli Pertamina. Anehnya, pada 18 November 2014 Pertamina mengirim surat ke Sonangol tentang 'Counter To The Proposed Contractual Volume 2015'.
Tanggal 20 November 2014, Sonangol membalas surat dari Pertamina. Isinya, Sonangol tidak bisa memberikan diskon US$ 15 setiap barel minyak yang dibeli oleh Pertamina. Sonangol bilang, kerja sama pembelian minyak itu masih mengacu pada harga pasar.
Pertanyaannya, apakah Pertamina membeli minyak mentah dari Sonangol lewat ISC sesuai harga pasar? Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, harga minyak yang dibeli ISC tidak ada diskon. "Kan kalau diskon 15% salah satu syaratnya harus melalui perusahaan trader bersama yang dibentuk Pertamina dengan Sonangol. Sampai saat ini perusahaan tersebut belum dibentuk," kata Bambang kepada detikFinance.
Artinya, impor minyak yang dibeli oleh ISC itu berdasarkan harga pasar. Kalau berdasarkan harga pasar, kenapa tidak membeli dari perusahaan minyak lain, yang lebih besar?
Yang sungguh mengagetkan, Kementerian ESDM sama sekali tidak tahu menahu soal impor minyak dari Sonangol ini. Pertanyaan pun kembali muncul, benarkah keputusan impor itu murni diambil oleh ISC? Atau, ada pihak lain yang mendorong?
Asal tahu saja, salah satu pemilik Grup Sonangol adalah konglomerat asal China bernama Sam Pa. Di Angola, Sonangol adalah pemegang izin eksplorasi minyak dan gas. Sam Pa sendiri disebut-sebut memiliki koneksi sangat kuat dengan para kepala negara di Afrika dan Amerika Latin.
Di Indonesia, Sam Pa sudah berkawan lama dengan Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem dan pemilik Media Group. Tahun 2009, PT Surya Energi—milik Surya--mendapat pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana US$ 200 juta ke Surya Energi untuk menggarap Blok Cepu.
Surya Energi adalah pemilik 75% saham PT Asri Darma Sejahtera. Sementara 25% saham perusahaan ini dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Asri Darma inilah yang mendekap 4,5% saham blok minyak jumbo di Cepu.
Surya Paloh sendiri saat diwawancarai Kontan di Kantor Partai Nasdem, Kamis (6/11/2014) mengakui kalau ia yang menyarankan Presiden Jokowi agar Pertamina bekerja sama dengan Sonangol. “Tapi saran kecil saja,” ujar Surya.
Saran itu disampaikan Surya untuk membantu pemerintah baru agar bisa menghemat dari impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM). Maklum, selama ini Pertamina mengimpor minyak melalui pihak ketiga atau trader alias tidak membeli minyak langsung ke produsennya.
Akibatnya, kata pemilik Media Group ini, impor minyak jadi mahal dan memberatkan negara. Nah, dia yakin, jika Indonesia membeli langsung ke produsen, biaya impor bisa ditekan. "Seperti yang dilaksanakan dengan Sonangol, itu baik," kata Surya.
Meski melibatkan Surya Energi Raya dalam mempertemukan Pertamina dan Sonangol, Surya membantah dirinya memiliki kepentingan bisnis dalam impor minyak Angola. "Saya hanya memperkenalkan mereka. Setelah itu tak ada hubungan lagi," tandasnya.
Tender Ditutup-tutupi
Sekadar mengingatkan, sejak beberapa waktu lalu, peran PT Pertamina Energi Trading Limited (Petral) sebagai badan pengadaan minyak untuk kebutuhan dalam negeri diambil alih oleh ISC. Artinya, tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM dilakukan sepenuhnya oleh ISC, seperti di masa lalu. Tender pun dilakukan di Indonesia. Dengan begitu, semua proses tender tunduk pada hukum Indonesia.
Petral sendiri bakal menjadi perusahaan trading minyak. Cakupan bisnisnya hanya membeli minyak dari negara lain, kemudian menjualnya ke negara lain, seperti Myanmar atau Laos.
Selama ini, operasional Petral berlokasi di Singapura. Singapura dipilih karena negara ini menjadi basis bisnis banyak perusahaan minyak besar, baik swasta asing maupun milik negara lain. Banyak perusahaan minyak dunia punya anak usaha trading di Singapura. Misalnya, Aramco Trading milik Saudi Aramco atau British Petroleum Trading punya British Petroleum. Begitu pula hanya dengan Conoco, Shell, atau Chevron.
Memang, Singapura adalah pusat perdagangan minyak mentah dan produk BBM di kawasan Asia dan tempat berkumpulnya trading arm atau supplier minyak mentah dan produk BBM. Selain itu, Singapura merupakan salah satu pusat perdagangan minyak mentah dan BBM dunia, seperti Jenewa, London, Houston, Dubai.
Tak hanya itu. Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dikenakan kepada perusahaan yang berkantor di Singapura hanya 17,5%. Khusus perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu diberi insentif PPh Badan 5%. Di Indonesia PPh Badan yang dikenakan sebesar 20%-25%.
Sejak tahun 2010, Petral hanya dikenakan PPh Badan oleh Pemerintah Singapura sebesar 5%. Soalnya, Petral mendapatkan insentif dari Pemerintah Singapura karena memenuhi persyaratan seperti memiliki sekitar 20 orang trader, nilai perdagangan US$ 15 miliar dan memiliki tingkat kepatuhan serta penerapan good corporate governance.
Itulah sebabnya, banyak kalangan bertanya, kenapa tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dilaksanakan di Indonesia? Apakah sudah ada bank di Indonesia yang mampu menjamin pengadaan impor minyak hingga ratusan juta dolar? Apakah ada pelayanan pelabuhan di Indonesia yang buka 24 jam nonstop?
Pertanyaan-pertanyaan ini patut dijawab. Sebab, jika tidak, dikhawatirkan masalah lama akan muncul kembali. Sebab, bukan apa-apa, karut marutnya pengelolaan minyak di awal tahun 2009 tak lepas dari ISC. Saat itu, terjadi kemacetan distribusi BBM di berbagai daerah.
ISC dibentuk atas saran konsultan McKinsey. ISC ingin memonopoli seluruh transaksi impor minyak mentah dan BBM dari perusahaan minyak terbesar di Indonesia. Bulan Maret 2009, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengalihkan peran ISC ke Petral. Karen juga mencopot beberapa eksekutif ISC, termasuk Senior Vice President ISC Sudirman Said, yang saat ini menjabat Menteri ESDM.
Akankah ISC mengulang kesalahan masa lalu? Sebab, proses tender pengadaan minyak mentah untuk kebutuhan dalam yang diselenggarakan ISC beberapa hari lalu juga menuai kritik dari sana-sini. Tender itu terkesan ditutup-tutupi. Bahkan, kabarnya ISC memenangkan peserta tender yang harganya lebih mahal 6 sen dolar AS per barel dari penawar di bawahnya.
Seperti diketahui, tender dibuka sejak 22 Januari dan tanggal 27 Januari seharusnya sudah diumumkan siapa pemenangnya. Anehnya, hingga tanggal 31 Januari tak ada pengumuman siapa pemenang tender. Pemenang tender baru diketahui pada 2 Februari 2015, ini pun dari mulut ke mulut.
Inilah yang membuat Direktur Global Future Institute, Hendrajit curiga. Dia menduga molornya siapa pemenang tender lantaran terjadi tarik menarik kepentingan dalam pengadaan minyak mentah tersebut, sehingga proses tender menjadi tidak transparan.
Tender itu sendiri akhirnya dimenangkan Socar untuk minyak mentah Azeri sebanyak 2 juta barel dan Vitol untuk minyak mentah Nigeria sebesar 2 juta barel. Anehnya, Sonangol yang tersingkir dari proses tender, toh masih bisa mengirim minyak mentah ke Indonesia.
Itulah sebabnya, banyak kalangan khawatir bakal munculnya siluman baru dalam pengadaan minyak mentah di Indonesia.
sumber: indonesianreview.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment