Dia menilai proses tender terkesan dilakukan secara tertutup. "Semangatnya harus terbuka. Bukan hanya kepada Petral dan NOC lainnya, kepada publik juga harus terbuka," ujar Komaidi dalam rilisnya, Minggu (1/2/2015).
Menurutnya, jika ISC Pertamina melakukan tender terbuka, maka harus diumumkan di media atau paling tidak ada website online yang menyebutkan mereka punya kerjaan dengan spesifikasi yang lengkap.
"Kalau keadaannya seperti itu, ISC Pertamina tidak lebih buruk dari Petral," imbuhnya.
Proses tender perdana crude oil ISC Pertamina di bawah pimpinan Daniel Purba dilakukan pada 27 Januari lalu. Tender pengadaan minyak itu sendiri diketahui untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri periode April 2015.
Setidaknya, ada dua jenis minyak mentah sebanyak 4 juta barel yang ditenderkan ISC Pertamina, yakni minyak dari Azeri-Azerbaijan dan Qua Iboe/bonny light-Nigeria, informasi yang beredar ada peserta tender yang bukan NOC dimenangkan meski tidak memiliki penawaran terendah.
Hal ini sangat jauh dari rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) pimpinan Faisal Basri yang menekankan transparansi dalam reformasi migas dianggap tidak menyentuh esensi permasalahan tata kelola minyak dan gas bumi Indonesia.
Menurutnya, rekomendasi yang diajukan Faisal Basri cs masih bersifat makro dan tidak memiliki usulan-usulan yang dirinci secara jelas.
"Seharusnya rekomendasi Tim RTKM bersifat teknis. Saya kira apa yang diajukan tim tersebut hanya replika saja," ujarnya.
Selain itu, lanjut Komaidi, anggota Tim RTKM sendiri dinilai tidak paham dengan permasalahan utama terhadap pengelolaan sumber daya yang seharusnya menguntukan bagi rakyat Indonesia.
"Kalau di bidangnya masing-masing mereka (anggota Tim RTKM) memang kompeten. Tapi, saya kira mereka perlu belajar lagi," tandasnya
sumber: sindonews.com
No comments:
Post a Comment