Tak kunjung diumumkannya pemenang tender minyak mentah PT Pertamina melalui Integrated Supply Chain(ISC) serta proses tender yang cenderung tak transparan, terus menuai kritik dari berbagai kalangan.
"Saya menangkap gelagat pemerintah ini hendak menjadikan BUMN sebagai lahan 'bancakan', khususnya Pertamina," kata Pengamat ekonomi energi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, Jumat (30/1)
Dugaan itu kemudian diperkuat dengan pembentukan Tim Reformasi Tata Kelola Migas oleh Menteri ESDM Sudirman Said, yang kemudian setelah dibentuk tim tersebut langsung mengumumkan pembubaran Petral.
Disebut Salamuddin, tujuan pengkerdilan Petral hanyalah untuk mengganti importir yang kabarnya memiliki kedekatan dengan penguasa.
"Melokalisasi masalah migas hanya pada siapa yang melakukan impor telah menunjukan kesan bahwa menteri baru dan jajarannya hanya ingin mengganti importir. Alasan yang digunakan adalah adanya mafia dalam impor migas," pungkasnya.
Soal tak diumumkannya pemenang tender dan proses tender yang tak transparan, Salamuddin menilai pemerintah telah mengabaikan prinsip good corporate governance (GCG). Pasalnya tak dibeberkan ke publik jenis minyak apa saja yang diimpor, berapa harga yang ditawarkan, siapa saja peserta tender, lalu apakah mereka trader atau langsung penghasil minyak.
"Ada indikasi bahwa yang ikut tender adalah para trader. Padahal janji awal Tim Reformasi adalah menghindari melakukan impor melaui trader, melainkan langsung ke perusahaan minyak baikMultinational Oil Company maupun National Oil Company. Jika ini terjadi maka Sudirman Said telah melakukan kebohongan publik," tutupnya.
sumber: skalanews.com
No comments:
Post a Comment